Putusan Lengkap MA soal Usia Calon Pilkada, 1 Hakim Dissenting Opinion

CNN Indonesia
Rabu, 05 Jun 2024 07:42 WIB
Dari tiga hakim agung dalam majelis hakim MA yang menggolkan permohonan Partai Garuda soal batas usia calon kepala daerah, ada satu hakim dissenting opinion.
Ilustrasi. Dari tiga hakim agung dalam majelis hakim MA yang menggolkan permohonan Partai Garuda soal batas usia calon kepala daerah, ada satu hakim dissenting opinion. (iStockphoto/Michał Chodyra)
Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiel dari pemohon Partai Garuda dengan meminta KPU RI mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat atas PKPU 3/2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

MA menilai ketentuan Pasal 4 ayat 1 huruf d PKPU 9/2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih."

Putusan itu dinilai membuka ruang bagi Ketua Umum PSI yang juga putra bungsu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk mengikuti Pilgub pada gelaran Pilkada serentak 2024. Saat ini usia Kaesang baru 29, dan akan genap 30 tahun pada 25 Desember mendatang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Putusan itu dibuat Majelis Hakim Agung yang terdiri atas tiga Hakim Agung yakni Yulius sebagai ketua), serta Cerah Bangun dan Yodi Martono Wahyunadi sebagai anggota. Pada putusan tersebut, hakim agung Cerah Bangun memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion.

Dan, berikut adalah putusan lengkap MA atas PKPU mengenai batas usia calon peserta pilkada:

ADVERTISEMENT

"Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Percetakan Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara," demikian amar putusan poin keempat sebagaimana dilansir dari laman MA, Senin (3/6).

"Menghukum termohon [KPU] untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000," lanjut bunyi putusan tersebut.

Majelis hakim menjelaskan pokok permohonan yang dimohonkan untuk diuji materi adalah Pasal 4 ayat 1 huruf d PKPU 9/2020. Termohon adalah KPU selaku penyelanggara Pemilu, bersama Bawaslu dan DKPP mempunyai kewenangan atribusi yaitu menerbitkan PKPU untuk melaksanakan UU Pemilu maupun UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 menyatakan: "Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota harus memenuhi persyaratan berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota.

Setelah meneliti redaksi maupun memorie van toelichting ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 tersebut, Majelis hakim MA tidak menemukan penjelasan tentang kapan atau pada tahapan apa syarat usia bagi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Calon Bupati/Wakil Bupati dan Calon Wali Kota/Wakil Wali Kota harus dipenuhi.

Oleh karena Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 secara tegas tidak menjelaskan kapan usia calon kepala daerah itu dihitung, sementara dalam pemilihan kepala daerah terdapat banyak tahapan-tahapan, sehingga membuka ruang penafsiran dalam memberi makna pasti kapan usia tersebut harus dipenuhi oleh calon kepala daerah.

Berkaitan dengan banyaknya tahapan pemilihan kepala daerah dan tidak diaturnya secara tegas dalam UU, pada tahapan pemilihan kepala daerah mana usia calon kepala daerah harus terpenuhi, KPU menerbitkan pengaturan objek permohonan in litis yang menetapkan syarat usia calon kepala daerah harus terpenuhi pada tahapan penetapan calon.

Majelis hakim menyatakan meneliti secara seksama riwayat pengaturan yang diterbitkan KPU perihal kapan usia calon kepala daerah harus terpenuhi.

Salah satunya, MA menemukan fakta hukum bahwa pada Pilkada tahun 2010, KPU menerbitkan PKPU 13/2010 sebagai pelaksanaan lebih lanjut UU 22/2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu dan UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang menetapkan syarat usia calon kepala daerah dihitung pada saat pendaftaran.

"Menimbang, bahwa setelah meneliti Peraturan KPU 13/2010 dan Peraturan KPU 9/2020 (objectum litis), Mahkamah Agung berpendapat bahwa penerapan open legal policy oleh termohon dalam memberi makna dan tafsir terhadap kapan terpenuhinya usia calon kepala daerah terbukti telah melahirkan makna dan tafsir yang berbeda satu dengan lainnya, dan tidak tertutup kemungkinan akan kembali terjadi perubahan makna dan tafsir terhadap hal tersebut di masa mendatang," ucap hakim MA.

Di dalam Pasal 54 UU 10/2016 diatur pula perihal penggantian pasangan calon kepala daerah oleh partai politik, dalam hal ada salah satu pasangan calon meninggal dunia, yang memberikan kesempatan bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mengajukan pengganti pasangan calon kepala daerah yang meninggal dunia.

"Pertanyaan hukum yang timbul adalah apakah terhadap calon pengganti itu harus diterbitkan kembali penetapan pasangan calon atau tidak, dan apakah penghitungan terpenuhinya usia bagi calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon pertama kali, atau dihitung kembali sesuai penetapan pasangan calon pengganti?" ungkap hakim MA.

"Keadaan ini menggambarkan potensi terjadinya ketidakpastian hukum apabila penghitungan terpenuhinya usia calon kepala daerah dihitung pada tahapan penetapan pasangan calon," sambungnya.

Selanjutnya, apabila saat dipenuhinya usia calon kepala daerah dibatasi hanya pada saat penetapan pasangan calon oleh KPU, maka terdapat potensi kerugian dan diskriminasi bagi warga negara atau partai politik yang tidak dapat mencalonkan diri atau mengusung calon kepala daerah yang baru akan mencapai usia 30 tahun bagi Gubernur/Wakil Gubernur dan 25 tahun bagi Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota pada saat telah melewati tahapan penetapan pasangan calon.

Menurut hakim MA, perubahan tafsir perihal kapan harus dipenuhinya usia calon kepala daerah yang dilakukan KPU dari waktu ke waktu merupakan inkonsistensi yang dapat menimbulkan ketidakadilan bagi warga negara dan juga tidak berkesesuaian dengan prinsip kepastian hukum.

"Oleh karenanya, Mahkamah Agung perlu memberikan pendapat perihal kapan syarat usia bagi calon kepala daerah harus dipenuhi," kata hakim MA.

Dalam pertimbangannya, hakim MA menyatakan adressat UU 10/2016 tidak hanya ditujukan kepada KPU selaku penyelenggara pemilihan saja, melainkan juga kepada seluruh warga negara yang berhak mencalonkan atau dicalonkan, maupun partai politik yang diberi hak untuk mengusung calon kepala daerah.

Hakim MA menyatakan dengan membatasi usia pencalonan 30 tahun bagi Gubernur/Wakil Gubernur, dan usia pencalonan 25 tahun bagi Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota sejak penetapan pasangan calon oleh KPU hanya akan menggambarkan pelaksanaan UU 10/2016 dari sisi KPU selaku penyelenggara pemilihan. Namun, sambungnya, tidak menggambarkan keseluruhan original intent yang terkandung dalam UU 10/2016, bahkan memangkas original intent UU tersebut, terutama dalam mengakomodasi kesempatan anak-anak muda.

"Menimbang, bahwa oleh karena Mahkamah Agung telah berpendapat bahwa penghitungan harus terpenuhinya usia calon kepala daerah adalah pada saat pelantikan calon kepala daerah terpilih, dan berkesesuaian pula dengan semangat yang terkandung dalam pengaturan Pemilihan Kepala Daerah secara serentak, maka kepada termohon [KPU] maupun kepada pihak terkait lainnya agar dapat menyusun tahapan Pemilihan Kepala Daerah sejak tahap awal sampai dengan tanggal pelantikan calon kepala daerah terpilih untuk mewujudkan kepastian hukum bagi warga negara, partai politik, penyelenggara pemilihan umum dan pemerintah, sebagaimana yang telah dipraktikkan dalam Pemilihan Umum DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, maupun pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024," ungkap hakim MA.

"Berdasarkan rangkaian pertimbangan hukum di atas, MA berpendapat objek permohonan bertentangan dengan UU 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-undang," imbuh hakim MA.

Baca dissenting opinion hakim Cerah Bangun di halaman selanjutnya

Dissenting Opinion: Seharusnya Permohonan Gugatan Ditolak

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
REKOMENDASI UNTUK ANDA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER