Kejaksaan Tinggi Banten telah melakukan pemeriksaan terhadap 11 orang saksi untuk dimintai keterangan dalam kasus dugaan pemerasan oleh oknum ASN pada Kantor Pelayanan Utama Ditjen Bea Cukai Tipe C Soekarno-Hatta (Soetta).
Hal tersebut merespons laporan yang dilayangkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Asisten Intelijen Kejati Banten, Adhyaksa Darma Yuliano mengatakan, 11 orang tersebut berasal dari pihak ASN (Bea dan Cukai) maupun dari swasta. Saat ini Kejati telah mengumpulkan sejumlah dokumen yang berhubungan dengan perkara tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa diduga QAB selaku Pegawai Negeri (ASN) pada Kantor Pelayanan Utama Ditjen Bea Cukai Tipe C Soekarno-Hatta dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya," ujar Adhyaksa saat dikonfirmasi, Senin (24/1).
Ia mengatakan ASN tersebut saat melakukan monitoring terhadap operasional kiriman barang importasi perusahaan jasa titipan telah memaksa pengurus PT SKK untuk memberikan sejumlah uang setiap kilogram barang yang termasuk dalam daftar barang PT SKK pada shopee dengan tarif Rp 2.000/Kg atau Rp 1.000/Kg selama periode bulan April 2020 hingga April 2021.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pelaku diduga berupaya mengurangi sanksi denda PT SKK dari Rp1,6 miliar menjadi Rp250 juta.
"Bahwa barang bukti berupa uang tunai yang diamankan dari VIM sebagai ASN pada Kantor Pelayanan Utama Ditjen Bea Cukai Tipe C Soekarno-Hatta sebesar Rp1,1 M berada di brankas Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Tipe C Soekarno Hatta," katanya.
Adhyaksa menjelaskan, QAB telah menunjuk VIM untuk menjadi koordinator atau penghubung dengan PT SKK yang merupakan perusahaan jasa titipan yang memperoleh izin operasional dan beroperasi di wilayah kerja KPU Bea Cukai Tipe C Soekarno Hatta.
Bahwa QAB memerintahkan VIM untuk meminta sejumlah uang dengan tarif Rp1.000/Kg atau Rp2.000/Kg dari setiap tonase/bulan importasi shopee, dengan cara menekan melalui surat peringatan, surat teguran dan ancaman untuk membekukan operasional TPS dan mencabut Izin Operasional.
"Bahwa VIM setelah menerima uang dari PT SKK kemudian menyampaikan kepada QAB," tutur Adhyaksa.
Meski demikian, Adhyaksa mengatakan perbuatan yang dilakukan oleh QAB sebagai ASN pada Kantor Pelayanan Utama Ditjen Bea Cukai Tipe C Soekarno-Hatta yang menyuruh VIM juga ASN di kantor tersebut diduga telah terjadi peristiwa tindak pidana korupsi berupa pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e UU pemberantasan tipikor.
Sebelumnya, akhir pekan lalu Direktur Jendral Bea Cukai, Askolani mengatakan pihaknya telah melakukan penindakan terhadap pelaku pemerasan atau pungutan liar (pungli) yang terjadi di Bandara Soetta dan dilaporkan ke Kejati Banten itu.
"Pegawai yang bersangkutan sudah dilakukan penindakan oleh Bea cukai sejak 2020 yang lalu," kata Askolani saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (22/1).
Pihaknya juga telah menjelaskan terkait laporan pemerasan tersebut ke Kejaksaan Tinggi Banten berkaitan dengan penetapan hukum untuk pegawai tersebut. Meski demikian di tidak merinci tindakan hukum ap saja yang akan diberikan.
Saat ini kata Askolani, pembinaan dan penegasan ke semua pegawai terus dilakukan demi menegakkan integritas agar perilaku pemerasan serupa tak kembali terjadi.
"Kemudian dilakukan penguatan pengawasan yang konsisten. Evaluasi perbaikan juga terus dilakukan," katanya.
(ekm/kid)