Beberapa orang harus terpaksa hidup dengan satu paru-paru. Tengok saja mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang mengajukan pemindahan rumah tahanan karena kondisi paru-parunya yang tinggal setengah.
Pertanyaannya, bagaimana jadinya hidup dengan paru-paru setengah seperti Syahrul Yasin Limpo (SYL)?
SYL mengeluhkan kondisi paru-parunya. Ia mengaku kesulitan bernapas karena kekurangan oksigen di rutan KPK yang ditempatinya saat ini.
"Izin yang mulia, kebetulan saya sudah operasi besar beberapa tahun lalu dan paru-paru saya tinggal setengah. Jadi ada cancer, dipotong di situ [paru-paru]," ujar SYL di depan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/3), mengutip detiknews.
Paru-paru merupakan salah satu organ vital tubuh. Namun demikian, beberapa kondisi membuat seseorang harus menjalani prosedur pengangkatan paru-paru.
Pada dasarnya, seseorang bisa saja hidup hanya dengan paru-paru setengah seperti Syahrul Yasin Limpo. Namun demikian, memiliki satu paru-paru akan membatasi kemampuan fisik seseorang seperti berolahraga.
Mengutip Medical News Today, tubuh punya kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan melalui berbagai cara. Misalnya, paru-paru yang tersisa akan sedikit mengembang untuk menempati ruang yang ditinggalkan oleh paru-paru yang hilang.
Dengan begitu, sering waktu berjalan tubuh akan belajar mengganti kehilangan oksigen yang terjadi.
Namun, kondisi ini membuat seseorang tak akan memiliki kapasitas paru-paru penuh. Siapa pun yang terpaksa hidup dengan satu paru-paru harus bisa beradaptasi dengan perubahan ini.
Beberapa kondisi medis membuat seseorang harus menjalani pneumonektomi atau operasi pengangkatan salah satu paru-paru. Misalnya saja cedera traumatis di area paru, TBC, infeksi jamur, penyakit paru bawaan, komplikasi akibat merokok, kanker, dan brokiektasis.
Ilustrasi. Ada risiko hidup dengan paru-paru setengah seperti Syahrul Yasin Limpo. (iStockphoto/Chinnapong) |
Meski bisa dilakukan, namun hidup dengan hanya satu paru-paru menimbulkan beberapa risiko.
Sebuah studi mencatat bahwa pneumonektomi merupakan prosedur medis berisiko tinggi yang bisa memicu komplikasi hingga kematian.
Berikut beberapa risiko komplikasi operasi pengangkatan paru-paru:
- gagal napas,
- pendarahan dan syok,
- aritmia atau detak jantung tidak beraturan,
- menurunnya aliran darah,
- embeli paru atau pembekuan darah di paru-paru,
- radang paru-paru.
Selama masa pemulihan dan setelahnya, orang yang menjalani pneumonektomi harus menyadari keterbatasannya. Pasien juga biasanya akan disarankan untuk menurunkan tingkat aktivitasnya.
Beberapa hal berisiko membuat seseorang merasa sesak pasca-pneumonektomi. Aktivitas sehari-hari seperti bangun dari tempat tidur dan menaiki tangga juga bisa memicu rasa lelah berlebih.
Demikian penjelasan mengenai apa yang terjadi jika hanya hidup dengan paru-paru setengah seperti Syahrul Yasin Limpo.
(asr/asr)