Calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan menyoroti ketimpangan di Indonesia yang dinilai dapat memicu perpecahan seperti yang dulu terjadi di Yugoslavia yang kini terpecah menjadi 8 negara. Peristiwa itu kerap disebut sebagai balkanisasi.
Anies mulanya menyoroti kualitas sumber daya manusia yang timpang di luar pulau Jawa dan Sumatera. Ia menyebut daerah Kalimantan hingga Papua mengalami ketertinggalan SDM selama 1 dekade dibandingkan pulau Jawa dan Sumatera.
"Di Jawa dan Aumatera tahun 2013 IPM-nya (indeks pembangunan manusia) 69,8. Lalu kita lihat Kalimantan,Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Papua 2022 angkanya 69," kata Anies dalam pidatonya di acara Kick Off Kampanye Nasional PKS di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Minggu (26/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa artinya? 2013 di Jawa, Sumatera sama dengan 2022 di luar Jawa, Sumatera," sambung Anies.
Anies menilai jika ketimpangan SDM itu terus dibiarkan bakal melahirkan ketimpangan di berbagai sektor lapangan kerja hingga pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut, Anies menilai ketimpangan itu bakal membuat Pemerintah kesulitan untuk menjaga persatuan Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Maka bila kita bicara persatuan Indonesia maka menjaganya akan sangat sulit sekali," tutur Anies.
Mantan Gubernur DKI Jakarta pun mengambil contoh salah satu negara di kawasan Balkan, Eropa yaitu Yugoslavia yang kini terpecah menjadi 8 negara. Peristiwa yang kerap disebut sebagai balkanisasi itu menurutnya disebabkan oleh ketimpangan yang terus berlangsung dan tak kunjung diatasi.
"Ingat balkanisasi di Yugoslavia pecah menjadi 8 negara yang kita ingat adalah konflik etnis. Konflik etnis itu di paling ujung sebelum itu selama durasi waktu yang panjang ketimpangan ekonomi yang kontras sekali, ketimpangan lapangan pekerjaan yang kontrak sekali dan ketika itu dibiarkan begitu saja pemantiknya bisa apa saja muncul lah keretakan. Ini yang harus dijaga di republik ini," jelas Anies.
Oleh karena itu, Anies berjanji jika berhasil menjadi Presiden di 2024 dirinya akan merubah kebijakan Indonesia menjadi kebijakan yang berfokus pada pertumbuhan yang merata.
"Selama ini masalah ketimpangan tidak jadi agenda serius. Soal pemerataan tidak jadi agenda yang serius. Karena itu ke depan kita akan melakukan perubahan, meluruskan paradigma untuk meluruskan satu kemakmuran," ujar dia.
"Apa ini? Kita coba merubah orientasinya, dari orientasi pada pertumbuhan, jadi pertumbuhan pemerataan dan berkelanjutan," imbuhnya.