Ahli Geologi Ungkap 'Mata-mata' Gaya baru China Lewat AI

tim | CNN Indonesia
Rabu, 26 Jun 2024 08:05 WIB
China tengah mengembangkan chatbot GeoGPT bagi para ahli geologi dan peneliti, yang diduga dapat 'memata-matai' lokasi tambang di dunia.
Ilustrasi. China tengah mengembangkan chatbot GeoGPT bagi para ahli geologi dan peneliti, yang diduga dapat 'memata-matai' lokasi tambang di dunia. (Foto: istockphoto/Bim)
Jakarta, CNN Indonesia --

China berpotensi mendapatkan berbagai informasi mengenai lokasi potensi tambang melalui database geologi dan teknologi kecerdasan buatan (AI). Bagaimana caranya?

China saat ini tengah mengembangkan sebuah chatbot GeoGPT yang ditujukan bagi para ahli geologi dan peneliti. Teknologi ini dapat membantu mereka mengembangkan pemahaman tentang ilmu Bumi dengan memanfaatkan sejumlah data dan penelitian tentang miliaran tahun sejarah planet ini.

Pengembangan ini merupakan inisiasi Deep-time Digital Earth (DDE), sebuah program yang sebagian besar didanai China yang didirikan pada tahun 2019 untuk meningkatkan kerja sama ilmiah internasional dan membantu berbagai negara mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan PBB.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

David Giles, ahli geosains profesional, mengatakan "sangat tidak benar" bahwa sebuah sistem yang didasarkan pada data geosains dapat bebas dari informasi sensitif.

ADVERTISEMENT

Selain itu, Giles mengatakan ada risiko platform yang dikembangkan oleh China dapat "menyaring" informasi untuk menahan konten yang berguna untuk memata-matai lokasi tambang.

"China sangat agresif mencari mineral di seluruh dunia. Ada keuntungan strategis dan keuntungan ekonomi dalam mencari cadangan mineral," kata Giles, mengutip The Guardian, Rabu (26/6).

Chen Jun, seorang akademisi di Akademi Sains China, dalam sebuah artikel yang terbit tahun 2020 mengungkap bahwa DDE merupakan program ilmiah yang akan "membantu meningkatkan kemampuan deteksi dan keamanan China dalam hal sumber daya dan energi global".

Pihak DDE mengatakan artikel tersebut bertujuan mendorong para ilmuwan China agar terlibat dalam program sains internasional dan murni merupakan pendapat penulisnya, bukan pendapat DDE ataupun Akademi Sains China.

Mohammad Hoque, dosen senior di bidang hidrogeologi dan geosains lingkungan di University of Portsmouth, memiliki pandangan berbeda. Ia mengatakan "salah satu bahaya" menggunakan model bahasa China untuk penelitian akademis adalah bahwa "akan ada beberapa bias, karena mereka harus mematuhi hukum setempat".

Ketentuan penggunaan GeoGPT menyatakan bahwa meminta chatbot untuk menghasilkan konten yang "membahayakan keamanan nasional" dan "menghasut subversi terhadap kekuasaan negara" dilarang. Ketentuan penggunaan juga menyatakan hal itu diatur oleh hukum China.

Hoque mengatakan GeoGPT memiliki kewajiban transparansi yang lebih besar karena dikembangkan di bawah naungan kolaborasi penelitian internasional.

"Hal yang paling penting adalah mengetahui data apa yang mereka gunakan untuk menyempurnakan dan melatih [GeoGPT]. Kami memiliki harapan untuk mengetahuinya di bawah IUGS," kata Hoque.

Potensi bias

Teknologi AI yang mendasari GeoGPT adalah Qwen, sebuah model bahasa besar (large language models/LLM) yang dibangun raksasa teknologi China, Alibaba.

Paul Cleverley, seorang ahli geologi dan ilmuwan komputer, telah menguji versi pra-rilis GeoGPT dan mengklaim dalam sebuah artikel yang terbit di majalah Geoscientist bahwa chatbot ini memiliki "masalah serius terkait kurangnya transparansi, penyensoran oleh negara, dan potensi pelanggaran hak cipta".

Menanggapi artikel tersebut, perwakilan DDE Michael Stephenson, Hans Thybo, Chengshan Wang, dan Ishwaran Natarajan mengatakan bahwa chatbot tersebut juga LLM milik Meta, Llama, dan selama pengujian mereka tidak melihat penyensoran oleh pemerintah. Mereka menilai hal tersebut tidak mungkin karena sistem ini "sepenuhnya didasarkan pada informasi geosains".

"Masalah dengan GeoGPT sebagian besar telah diselesaikan, tetapi tim akan bekerja untuk meningkatkan sistem ini lebih jauh lagi. Perlu ditekankan bahwa saat ini GeoGPT belum dirilis dan tidak berada dalam domain publik," kata para peneliti DDE.

Pengujian terhadap Qwen mengungkap bahwa pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan geosains dapat menghasilkan jawaban yang tampaknya dipengaruhi oleh narasi yang dibuat oleh partai Komunis China.

Misalnya, ketika ditanya berapa banyak korban tewas dalam operasi penambangan di Ghana yang dijalankan oleh perusahaan China, Shaanxi Mining Company, Qwen menjawab tidak memiliki informasi mengenai hal tersebut.

"Karena pengetahuan saya didasarkan pada data hingga tahun 2021 dan saya tidak memiliki akses waktu nyata ke pembaruan berita," jawab Qwen.

Pertanyaan yang sama diajukan kepada ChatGPT, chatbot yang dikembangkan oleh perusahaan AS, OpenAI, dan menghasilkan jawaban berbeda.

"Perusahaan Pertambangan Shaanxi di Ghana telah mengalami beberapa insiden fatal, yang mengakibatkan total 61 kematian sejak tahun 2013. Ini termasuk ledakan signifikan pada Januari 2019 yang merenggut 16 nyawa," jawab ChatGPT.

Natarajan Ishwaran, kepala hubungan internasional DDE, menegaskan tim yang membangun GeoGPT memiliki independensi penuh.

"Kami dapat meyakinkan Anda bahwa GeoGPT - yang saat ini masih dalam tahap eksplorasi dan belum terbuka untuk umum - tidak akan terpengaruh oleh sensor negara mana pun," ujar dia.

Dia menambahkan pengguna akan dapat memilih antara menggunakan Qwen dari Alibaba atau Llama dari Meta sebagai model untuk GeoGPT.

Penelitian dan data geosains mencakup informasi yang berharga secara komersial dan strategis tentang deposit sumber daya alam seperti lithium, yang sangat penting untuk transisi hijau.

(tim/dmi)


[Gambas:Video CNN]
REKOMENDASI UNTUK ANDA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER